PVMBG Telusuri Penyebab Banjir Bandang di Garut

Seorang warga memperbaiki pipa saluran air untuk pertanian usai diterjang banjir bandang di Kampung Cileles, Desa Cintamanik, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Garut, Jawa Barat. (Foto: ANTARA/Adeng Bustomi) Seorang warga memperbaiki pipa saluran air untuk pertanian usai diterjang banjir bandang di Kampung Cileles, Desa Cintamanik, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Garut, Jawa Barat. (Foto: ANTARA/Adeng Bustomi)

Dadali: Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menelusuri penyebab banjir bandang di Kecamatan Sukawening dan Karangtengah, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada akhir pekan lalu.

Pejabat fungsional PVMBG, Edi Mulyadi, membeberkan beberapa faktor yang diselidiki di lapangan, seperti susunan bebatuan, bentang alam, aliran air, tata guna lahan, mekanisme terjadinya banjir bandang, dan penyebabnya. Hasil analisis akan dipadukan dengan data tambahan guna menerbitkan rekomendasi untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut.
 
"Berdasarkan hasil penyelidikan, kondisi geologi di wilayah itu terdiri atas berbagai jenis bebatuan dan yang paling atas itu merupakan batuan gembur, rapuh, produk dari gunung api purba di wilayah itu, seperti Talaga Bodas dan Karaha Bodas. Sementara, kondisi bentang alam wilayah itu merupakan daerah pegunungan dengan kemiringan yang sangat terjal dan di bagian tengah relatif lebih landai," katanya, seperti dilansir dari Medcom.id, Jumat, 3 Desember 2021.

Baca juga: Kronologi 3 Mahasiswi Unsri Terima Pelecehan Seksual dari Dosen

Lebih lanjut ia mengatakan faktor bentang alam vegetasi di wilayah tersebut relatif minim pepohonan berakar kuat dan dalam. Kebanyakan tanah hanya difungsikan sebagai sawah dan kebun.

Di sisi lain, aliran air yang melintasi wilayah itu cukup deras lantaran ada beberapa anak sungai. Jika terjadi hujan ekstrem, air akan mengisi celah bebatuan yang berpotensi membuat erosi di perbukitan terjal. Akibatnya, material bebatuan menjadi rapuh dan berlumpur lalu terbawa hingga muara sungai di bawahnya.

"Secara kasat mata, ada sekitar lima longsoran bermuara di sungai. Kalau dilihat di drone mungkin akan lebih banyak lagi," jelas Edi.
 
Ia menilai longsoran terjadi akibat kegemburan tanah dan vegetasi yang kurang padat. Sehingga air hujan menggerus tanah lunak dan longsoran tersebut kemudian membendung aliran sungai. 
 
"Jadi, suatu saat akan jebol lalu terakumulasi air yang besar," ujarnya.
 
Dengan kondisi itu, lanjut Edi, aliran sungai tidak akan mampu menampung debit air. Jangkauannya akan melebar dan dapat menyapu permukiman warga di sekitar aliran sungai.
 
Namun, salah satu penyebab banjir bandang juga karena tata guna lahan yang tidak mendukung aliran air. Apalagi kondisi bebatuan di bagian atas cenderung gembur sehingga ketika curah hujan ekstrem dapat memicu terjadinya longsor dan banjir bandang.
 
"Ada pendapat lain yang menyebut tidak ada alih fungsi lahan di wilayah bahkan alih fungsi lahan mungkin tak terjadi dalam kurun 10 tahun terakhir. Tapi kenyataannya di wilayah itu banyak ditanami sayuran dan sawah sedangkan tanaman tinggi relatif sedikit. Tanaman sayuran dan sawah tidak akan mampu menyerap air sehingga suatu saat bisa terjadi longsor," paparnya.



(RAO)

Berita Terkait