4 Kecamatan di Kabupaten Bandung Terjangkit PMK, Ini Upaya Dinas Pertanian

Ilustrasi industri sapi perah. Foto: Antara/ Aprilio Akbar Ilustrasi industri sapi perah. Foto: Antara/ Aprilio Akbar

Bandung: Sebanyak empat kecamatan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, positif terjangkit penyakit mulut dan hewan. Saat ini, upaya pengendalian tengah dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit yang menyerang hewan ternak itu.

"Sampai dengan 18 Mei 2022, sudah ditemukan kasus yang diduga PMK di empat kecamatan dengan 5 desa di lokasi kantong ternak sapi perah, yang kemungkinan akan menyebar dengan cepat jika tidak segera dilakukan tindakan pengendalian," jelas Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Tisna Umaran di Bandung, dikutip dari Medcom.id, Jumat, 20 Mei 2022.

Baca: Kabar Buruk! 381 Sapi di Garut Terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku

Adapun empat kecamatan yang diduga terjangkit PMK yakni, Kecamatan Kertasari, Desa Tarumajaya (sapi perah) dengan morbiditas 0,33 persen, Kecamatan Pangalengan Desa Margamekar (sapi perah) morbiditas 2,2 persen, Kecamatan Pasir jambu, Desa Mekarmaju dan Desa Cibodas (sapi perah) morbiditas 0,75 persen, dan Kecamatan Cimenyan Desa Mekarmanik (sapi potong).

Morbiditas di tingkat kandang pada empat kecamatan tersebut saat ini berkisar 0,75-2,2 persen. Dengan mayoritas temuan berada di sapi perah.

"Saya memperkirakan morbiditas di empat kecamatan tersebut masih rendah, dengan demikian kini saatnya Dinas Pertanian melakukan pengendalian terhadap wabah PMK tersebut," pungkas dia.

Baca: Gawat! DKPP Jabar Temukan Virus Penyakit Mulut dan Kuku di Garut

Tisna menegaskan, faktor penyebaran penyakit bukan hanya dari hewan ternak yang dilalulintaskan antar kabupaten atau provinsi. Tetapi juga hewan yang berada di dalam Kabupaten Bandung sendiri.

Untuk itu, pihaknya terus berupaya menangani kasus PMK tersebut. Seperti menerbitkan Surat Edaran ke kepala dinas dan melakukan rapat koordinasi. Serta melaksanakan pengawasan lalu lintas ternak di pasar hewan, rumah potong hewan dan peternak.

"Pengawasan tindak karantina terhadap hewan masuk yang tanpa memiliki SKKH dan berasal dari daerah tertular/resiko tinggi (terindikasi) dan melakukan pengobatan terhadap ternak yang sakit," tutur Tisna.



(UWA)

Berita Terkait