Hakim Beda Pendapat Saat Putuskan Gugatan First Travel

Ilustrasi Medcom.id/ Mohammad Rizal. Ilustrasi Medcom.id/ Mohammad Rizal.
Depok: Keputusan Gugatan Perdata korban penipuan Travel Umrah dan Haji First Travel diakui Pengadilan Negeri Kota Depok tidak bulat. Pasalnya ada perbedaan pendapat antara Ketua Majelis dan Hakim anggota.

Humas Pengadilan Negeri Kota Depok, Nanang Herjunanto, mengatakan Ketua Majelis Hakim Raymond Wahyudi sempat mengajukan perbedaan pendapat atau descenting opinion ketika dilakukan musyawarah.

"Dapat kami jelaskan putusan ini, tidak bulat. Saat dilakukan musyawarah, ada perbedaan pendapat dari perkara tersebut," kata Nanang saat dikonfirmasi, Senin, 2 Desember 2019.

Nanang menjelaskan secara garis besar akhirnya disepakati oleh seluruh Majelis Hakim bahwa hasil dari sidang putusan adalah menolak seluruh gugatan perdata yang diajukan korban calon jemaah First Travel.

"Tapi dalam amar putusan tetap menyatakan bahwa seluruh gugatan mereka tidak diterima," jelas Nanang.

Selain itu Nanang menegaskan dalam amar putusan juga disebutkan hukuman untuk penggugat kasus perdata tersebut membayar biaya perkara. "Kedua menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini secara tanggung renteng sejumlah Rp811 ribu," jelas Nanang.

Nanang menerangkan bagi pihak-pihak yang tidak bisa menerima putusan tersebut maka dipersilahkan untuk mengajukan banding. 

"Kami berikan tenggat waktu 14 hari kedepan, bagi yang siap menerima berkas perkara bisa diambil ke bagian PTSP Pengadilan Negeri Depok per hari ini," ungkap Nanang.

Sementara selama persidangan terlihat perbedaan pendapat antara Ketua Majelis dan Hakim anggota. Dimana dalam pertimbangannya hakim anggota Nugraha Medica Prakasa menilai gugatan yang diajukan para penggugat yang terdiri atas agen First Travel dan jemaah cacat formil.

Kemudian kelompok penggugat tersebut dianggap tidak mencantumkan secara jelas kerugian-kerugian yang dialami.

"Menimbang bahwa uraian pertimbangan di atas dan fakta hukum, maka majelis hakim melihat ada penggugat yang tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, penggugat 1, 2, 3, 4, dan 5 tidak memiliki kedudukan sah dalam hukum untuk mewakili jemaah 3.275 sehingga majelis hakim menilai gugatan ini cacat formil," beber Nugraha.

Selanjutnya gugatan atas kerugian yang totalnya mencapai Rp49 miliar juga dinilai anggota Majelis Hakim tidak terperinci dan jelas.

"Bahwa dengan pertimbangan di atas dalil posita penggugat hanya jelaskan bahwa penggugat memiliki jemaah 3.200 dan setiap jemaah telah berikan uang kepada penggugat. Namun tergugat tidak memiliki iktikad baik sehingga penggugat mengajukan ganti rugi, namun majelis hakim tidak temukan rinci satu persatu uang yang diberikan jemaah kepada penggugat. Begitu juga dengan bukti yang diberikan para penggugat. Akan tetapi angka petitum para penggugat meminta ganti kerugian. Menimbang gugatan formil harus jelas," jelas Nugraha. 

Namun Hakim ketua Ramon Wahyudi menyampaikan dissenting opinion atas pertimbangan dua hakim yang memeriksa, yaitu hakim Nugraha dan hakim Yulinda Trimurti Asih. Ramon mengaku tidak sepakat dengan pertimbangan kedua hakim yang menyebut gugatan jemaah cacat formil dan kabur.

"Tentang pertimbangan hukum, bahwa saya tidak sependapat. Terkait dengan gugatan kabur dan tuntutan hukum karena legal standing," kata Ramon.

Ramon menilai semua penggugat mulai dari penggugat 1-5 itu semuanya memiliki hubungan hukum dengan bos First Travel Andika Surachman. Di mana penggugat 1-3 adalah agen, penggugat 4 dan 5 adalah jemaah First Travel yang tidak berangkat.

Sehingga Ramon menyebut kelima penggugat ini memiliki hak untuk menggugat dan tidak cacat formil.

"Maka dapat disimpulkan penggugat terdiri dari berada di pihak tergugat. Bahwa dalam hukum acara perdata ada dalil menyatakan bisa mendapat keadilan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ajukan hak itu harus ada hubungan hukum, dalam hal ini pihak penggugat ada hubungan hukum karena agen dan jemaah," pungkas Ramon.

(IDM)