Harga Daging Ayam dan Cabai di Bandung Belum Turun, Ini Penyebabnya

Pedagang ayam potong tengah melakukan aktivitas di salah satu pasar di Kota Bandung. Antara/ Istimewa Pedagang ayam potong tengah melakukan aktivitas di salah satu pasar di Kota Bandung. Antara/ Istimewa

Bandung: Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung, Jawa Barat, mengungkap penyebab harga daging ayam dan cabai di pasaran belum turun. Kepala Disdagin Kota Bandung Elly Wasliah menyebut, kenaikan harga daging ayam disebabkan harga pakan meningkat.

 

“Sementara itu, cabai disebabkan pasokan terganggu, sedangkan permintaan juga meningkat," kata Kepala Disdagin Kota Bandung, Elly Wasliah, dikutip dari Medcom, Selasa, 4 Juli 2023.

 

Saat ini, harga daging ayam di pasar tradisional telah mencapai Rp40.000-R 42.000/kilogram, sedangkan harga cabai rawit sekitar Rp40.000-R50.000/kilogram. Sementara itu, harga cabai tanjung di pasar tradisional telah mencapai Rp80.000-Rp100.000/kilogram.

 

Meskipun demikian, Elly menemukan adanya perbedaan harga daging ayam di toko ritel dan pasar tradisional. Toko ritel ditemukan menjual daging ayam lebih murah dibandingkan pasar tradisional. 

 

"Kemarin hari Minggu saya memantau ke salah satu toko ritel. Harga daging ayam dibanderol Rp29.900. Itu beratnya 0,8 kg atau 0,9 kg. Kalau per kilogramnya jatuh di harga Rp33.000," terang dia.

 

Kepala Bidang Distribusi dan Perdagangan Pengawasan Kemetrologian Disdagin Kota Bandung Meiwan Kartiwa juga ikut menanggapi terkait tingginya harga daging ayam dan cabai di pasaran. Menurut dia, kenaikan harga tersebut disebabkan tingginya permintaan masyarakat selama Iduladha.

 

"Termasuk untuk cabai pun permintaannya meningkat. Cabai merah tanjung sering dipakai untuk masak besar, apalagi di Hari Raya Idul Adha," kata dia.

 

Ia juga menjelaskan penyebab perbedaan harga daging ayam antara pasar tradisional dan toko ritel. Menurutnya, pasar tradisional rata-rata menjual daging ayam per kilogram, sedangkan toko ritel tidak demikian.

 

Faktor lainnya adalah rantai pasok. Meiwan mengatakan toko ritel mendapatkan ayam yang sudah dipotong dari distributor langsung dan tinggal dijual, sedangkan pasar tradisional memiliki alur yang lebih panjang.

 

"Biasanya kurang dari 1 kg, seperti 0,8 kg atau 0,9 kg beratnya, dan rantai pasoknya pertama mereka dapat dari peternak, kemudian dari distributor. Di pasar ada bandar lagi, dari bandar baru ke pengecer. Dari distributor ke bandar pasti ambil untung lagi. Makanya bisa terjadi perbedaan," jelas Meiwan.



(SUR)

Berita Terkait